Sejarah Kekristenan dan Berdirinya Gereja Suku Di Pulau Nias #2

0
760

Sejarah Berdirinya Gereja BNKP (Banua Niha Keriso Protestan)

Setelah gerakan kebangunan mereda, para zendeling mulai memikirkan kemandirian gereja. Pada tahun 1936 selesailah mereka mencanangkan Tata Gereja. Sinode pertama BNKP dilaksanakan pada bulan November 1936. Sinode BNKP yang baru berdiri itu dipimpin oleh Pdt. A. Luck dari RMG sebagai Ketua Sinode atau Ephorus hingga sampai pada tahun 1940. Pada awal berdirinya masih belum disahkan oleh Pemerintah Belanda tetapi pada tanggal 18 Maret 1938 Anggaran Dasar BNKP dinyatakan sah, yang dicatat dalam Lembaran Negara No. 138 YO 14 Desember 1948 No. 1857/18/AK/48.

Keinginan pengurus RMG di Barmen supaya semua pekabar Injil bangsa Eropa otomatis menjadi anggota sinode dipenuhi, tetapi para zending menolak permintaan Kristen pribumi agar kepala suku ikut dalam sidang sinode. Pada tahun 1940 semua zendeling bangsa Jerman ditawan oleh gubernemen karena Jerman telah menyerang Belanda, maka fungsi Ketua Sinode diambil alih oleh seorang pendeta dari suku Nias yang bernama Atoföna Harefa.

 

Gereja BNKP Pada Masa Penjajahan Jepang (1942-1945)

Pada tahun 1942, para pendeta Belanda yang telah menggantikan orang Jerman yang ditawan itu di intenir pula oleh penguasa Jepang. Maka di sinilah gereja BNKP harus berdiri sendiri tanpa didampingi oleh para zending. Berhubungan dengan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, maka semua tentara Jepang mengangkat kaki dari Pulau Nias karena kekalahan mereka dari perang dunia kedua dengan jatuhnya bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki.

Hubungan BNKP dengan zending RMG Jerman terjalin kembali pada tahun 1951 dengan kedatangan dua orang utusan RMG yang bernama Pdt. A. Schneider dan Pdt. Dormann. Tetapi pada saat itu dalam BNKP mereka hanya berfungsi sebagai penasehat pimpinan gereja.

Sementara di Pulau-pulau Batu juga telah berdiri gereja dengan nama Banua Keriso Protestan (BKP) sebagai hasil pekabaran Injil yang dimulai pada tahun 1889 oleh zending Belanda. Gereja BKP berdiri tahun 1945 dan kemudian tahun 1960 BKP menggabungkan diri dengan BNKP pada persidangan sinode BNKP ke-25 yang berlangsung di Ombölata.

 

Terjadinya Perpecahan Dalam Tubuh BNKP Sejak Tahun 1933 – 1992

Sumber penyebab terjadinya konflik ini tidak hanya terjadi di tengah-tengah lingkungan keluarga, lingkungan pekerjaan baik dipemerintahan maupun di swasta tetapi juga di lingkungan masyarakat dan juga di lingkungan gereja di mana dan kapan pun kita berinteraksi dengan orang lain.

Pada tahun 1933, muncul sekte yang menyebut diri sebagai kelompok persekutuan atau Fa’awösa yang kemudian menjadi Fa’awösa chö Yesu (Persekutuan kepada Yesus) dan Fa’awösa chö Geheha (Persekutuan di dalam Roh Kudus).

 

1). Gereja AMIN (1936 – 1940)

Salah satu penyebab berpisahnya gereja AMIN dengan BNKP adalah karena masalah mutasi. Pdt. Singamböwö Zebua tidak menerima keputusan pemimpin BNKP yang memindahkannya dari tempat pelayanannya ke Lahusa. Ketidakpuasan para pendeta BNKP terhadap keputusan-keputusan dari pemimpin BNKP dalam hal mutasi ini berujung perpecahan. Ditambah lagi ketidakpuasan jemaat atas pelayanan BNKP yang tidak memperhatikan jemaat yang ada di Humene. Keinginan untuk berpisah dari BNKP juga didukung oleh Tuhenöri Adolf Gea dan kepala kejaksaan yang berasal dari Manado, bernama Adris. Di sini terlihat adanya kepentingan pribadi dari pihak Tuhenöri Adolf Gea dan Idris.

Angowuloa Masehi Idanoi Nias (AMIN) kemudian berubah nama menjadi Agama Masehi Indonesia Nias (AMIN). Alasannya karena pemakaian “Idanoi” memberi kesan bahwa AMIN hanya mencakup sekitar wilayah Idanoi, sementara AMIN telah memiliki jemaat di berbagai daerah di Indonesia. Kemudian namanya diubah lagi menjadi Angowuloa Masehi Indonesia Nias (AMIN). Gereja AMIN sudah terdaftar sebagai anggota PGI dengan nomor urut PGI ke-52 dan LWF dan juga telah bergabung dalam PGID (Persekutuan Gereja-gereja Indonesia Daerah) Nias. Struktur organisasi kepemimpinannya yakni: Sinode dan Jemaat.

2) Gereja ONKP

Faktor penyebab berpisahnya ONKP dari BNKP berawal dari kecemburuan jemaat Nias Barat terhadap pelayanan BNKP. Dalam hal ini faktor kedaerahan berperan. Apalagi pada saat sidang sinode BNKP tahun 1950, Pdt. K.D. Marundruri merasa terhina karena ia tidak diberi kesempatan berbicara dalam sidang itu. Hal ini menyangkut masalah harga diri.

Pada tahun 1980-an ONKP telah menjalin hubungan kerja sama dengan gereja-gereja lain, di antaranya dengan GPM (Gereja Protestan Maluku) dan GMIM (Gereja Masehi Injili Minahasa). Hubungan kerjasama itu seperti pengiriman anggota ONKP untuk menuntut ilmu di STT GPM Ambon dan GMIM Manado dengan beasiswa dari gereja GPM dan GMIM. Kemudian pada tahun 1986 GPM mengutus Pdt. Th.J. Nanulaitta sebagai Tenaga Utusan Gerejawi (TUG) untuk melayani di Gereja ONKP dan berakhir pada tahun 1990. Pada tahun 1988 Gereja ONKP telah terdaftar sebagai anggota PGI dan berpusat di Tugala Lahömi-Sirombu.

3) Gereja BKPN dan GNKPI

Pada awalnya keduanya bergabung dengan nama BNKPI dan mereka berpisah dari BNKP karena beberapa alasan, pertama: ketidakpuasan beberapa pendeta atau para pelayan atas keputusan sinode BNKP di Ombölata tahun 1992 dan menganggap pemimpin BNKP bertindak otoriter. Kedua: pemilihan anggota BPMS tidak mencerminkan pewilayahan BNKP. Dalam hal ini faktor kedaerahan berperan. Ketiga: masalah keuangan yang menurut mereka telah dimanipulasi.

Sebelum BNKP berdiri pun, yakni pada saat jemaat masih di bawah pimpinan zending, juga pernah terjadi perpecahan di dalam jemaat yakni suatu kelompok jemaat yang menamakan dirinya Fa’awösa. Berpisahnya Fa’awösa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: adanya kepentingan pribadi, buktinya Thomas Lömbu tidak patuh terhadap peraturan zending dalam hal memimpin suatu persekutuan. Dalam hal ini mereka mengorganisir Fa’awösa sebagai suatu perkumpulan khusus dengan dana sendiri, terpisah dari jemaat pimpinan zending yang lain. Hal ini menunjukkan adanya pengelompokkan di dalam jemaat sehingga dapat memacu timbulnya perpecahan.

Selain itu, masalah keuangan juga menjadi salah satu penyebabnya, di mana Fa’awösa tidak rela bila kas-nya diambil alih oleh pihak zending. Munculnya aliran Ama Haogö pada tahun 1960-an adalah satu-satunya kelompok yang berpisah dari BNKP disebabkan oleh masalah teologis.

 

Dikutip dari berbagai Sumber.

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here