Sejarah Kekristenan dan Berdirinya Gereja Suku Di Pulau Nias #1

0
1521

Pada jaman dahulu Leluhur Suku Nias kuno menganut kepercayaan Animisme (Kepercayaan kepada roh dan makhluk halus atau benda-benda tertentu yang harus di hormati). Mereka mendewakan roh-roh yang tidak kelihatan, dan menyebutnya dengan berbagai sebutan seperti: Lowalangi, Laturadanӧ, Zihi, Nadoya, Luluӧ dan lain sebagainya. Salah satu bukti bahwa suku Nias kuno menganut kepercayaan Animisme adalah dengan di temukannya jejak peninggalan Megalitikum di Pulau Nias seperti berbagai jenis patung yang dibuat dari bahan batu atau kayu yang hingga kini masih bisa kita lihat keberadaannya di daerah Nias.

 

Awal Mula Pengkabaran Ijil di Pulau Nias (1865)

Pemberitaan Injil di Pulau Nias, pertama sekali dirintis oleh dua orang misionaris Katolik yaitu Pere Wallon dan Pere Barart dari badan zending Mission Etrangers de Paris, tahun 1822/1823. Keduanya belum berhasil membaptis orang Nias karena keduanya meninggal dunia terkena penyakit malaria.

Pada tahun 1865 lebih tepatnya pada tanggal 27 September 1865 pengkabaran Injil di Pulau Nias dimulai oleh penginjil Jerman (Misionaris Protestan), E. Ludwig Denninger dari Rheinische Missions-Gesselschaft (RMG) yaitu salah satu badan zending Jerman. Denninger belajar bahasa Nias, dan mengenal sedikit budaya Nias dari orang-orang Nias yang merantau di Padang, Sumatera Barat.

Kemudian pada tahun 1873 RMG kembali mengutus Misionaris ke dua bernama J.W Thomas dan membuka pos pekabaran Injil di Ombölata, dan Misionaris ke tiga bernama Kramer (1874) menetap di Hilina’a, Nias. Di sanalah mereka melakukan Baptisan pertama kepada orang-orang Nias. Sehingga sejak tahun 1873-1876, ada 63 orang yang dibaptis dalam 3 periode waktu yaitu tahun 1874 tepat di hari Paskah 25 orang oleh Kramer di kampung Hilina’a, 6 orang di Ombӧlata tahun 1875 lalu disusul 32 orang di Faechu oleh Thomas. Dalam tahun 1876 itu pula berdiri gedung gereja di Ombӧlata. Inilah gedung gereja yang pertama didirikan diatas pulau Nias yang disusul kemudian oleh gedung gereja di Faechu pada tahun 1880. Sekitar Tahun 1890, jumlah orang Kristen yang telah dibaptis baru mencapai 706 orang. Jumlah ini bertambah hingga 20.000 orang pada 1915.

Pada tahun 1876 missionaris keempat bernama Dr. W.H. Sundermann tiba di Nias. Setelah dua tahun bersama Kramer di Gunungsitoli, Doktor Theologia ini merasa matang berbahasa Nias, lalu membuka Pos Pekabaran Injil di Dahana, namun di sana ia berhadapan dengan penyembahan berhala yang begitu kuat. Sebab itu Ia beralih ke bidang pendidikan dan menghimpun dan mengajar para pemuda setempat. Usahanya inilah yang merupakan cikap bakal berdirinya Sekolah Guru di Nias.

Pada tahun 1881 datang lagi misionaris kelima bernama J.A. Fehr. Dia ini yang mengantikan J.W. Thomas di Ombõlata pada tahun 1883, sebab J.W. Thomas pergi berusaha membuka pos Pekabaran Injil di Sa’ua, meskipun usahanya itu ternyata gagal.

Dalam 25 tahun masa permulaan ini, 5 orang pendeta penginjil dari RMG Jerman telah bekerja di Nias. Namun usaha Pekabaran Injil banyak kesulitan, seperti pengaruh agama suku yang sangat kuat, gangguan keamanan, pengayauan, wabah penyakit, keadaan geografi dan lain-lain. Daerah yang dicapai hanya di sekitar Gunungsitoli saja, dengan 3 Pos Pekabaran Injil yaitu Gunungsitoli, Ombõlata, dan Dahana. Usaha Denninger (yang dibantu oleh Kodding dan Mohri) di Onolimbu (Muara sungai Idanõ Mola) pada tahun 1867, Sunderman di Tugala Lahõmi-Sirombu tahun 1875/1876, J.W. Thomas di Sa’ua tahun 1885, tetapi semua itu baru bersifat penjajakan.

 

Gerakan Pertobatan Massal (1915-1930)

Pada tahun 1916 berlangsunglah gerakan pertobatan massal di Pulau Nias, yang dalam bahasa Nias disebut “fangesa dödö sebua”. Gerakan ini bertolak di wilayah Helefanikha, wilayah Humene dalam suatu kebaktian Perjamuan Kudus bulan April 1916. Dalam jangka waktu 2 – 3 bulan gerakan itu meliputi seluruh Nias daratan dan karenanya kekristenan berkembang dengan pesat. Pada tahun 1929 orang Kristen di Nias berjumlah 85.000 jiwa.

Peningkatan yang terjadi bukan hanya secara kwantitatif saja, tetapi juga dalam hal spritualitas. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya patung, ilmu-ilmu sihir dan racun yang dimusnahkan. Perselisihan dan peperangan di antara penduduk mulai berkurang, kerukunan mulai berkembang, ketaatan kepada pemerintah mulai dinampakkan. Pada tahun 1914 di Ombölata dibuka sekolah pendeta. Sekolah-sekolah juga sudah banyak yang berdiri.

 

Berikutnya: Sejarah Kekristenan dan Berdirinya Gereja Suku Di Pulau Nias #2

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here